KPK Analisis Turunnya Skor Indeks Persepsi Korupsi Indonesia
Pecinta Budaya BATAK– Komisi Pemberantasan Korupsi akan menganalisis skor Indeks Persepsi Korupsi Indonesia yang anjlok empat poin dari 38 ke 34. Salah satu fokus kajian KPK terkait korupsi politik. Upaya penindakan seperti operasi tangkap tangan dianggap sebagai cara paling tepat untuk mengatasi persoalan korupsi.
Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri mengatakan, KPK akan menganalisis dan mendiskusikan hasil Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia 2022 setelah pertemuan Ketua KPK Firli Bahuri dengan Presiden Joko Widodo.
”Lebih baik kita ke depan cari solusinya seperti apa. Kita harus optimistis di tahun berikutnya ada kenaikan,” kata Ali di Jakarta, Rabu (8/2/2023).
Ia menegaskan, KPK tidak akan memprioritaskan penindakan, pencegahan, atau pendidikan saja. Ketiganya dilakukan secara simultan. Ketika KPK menindak di suatu daerah melalui operasi tangkap tangan (OTT), maka pencegahan dan pendidikan antikorupsi pun dilakukan di daerah tersebut.
Ali mengatakan, apabila pengukuran IPK dilakukan di sektor politik, kajian KPK akan fokus pada sektor tersebut melalui perbaikan sistem politik. Menurut dia, perbaikan pada sektor tersebut di luar kerja penindakan seperti OTT, tetapi melalui pencegahan seperti membangun politik yang berintegritas.
KPK memiliki program politik cerdas berintegritas terpadu dengan mengundang pimpinan partai politik. Pada 2023, KPK akan menindaklanjuti dengan kegiatan yang sama, termasuk pada partai politik yang ikut dalam Pemilu 2024 untuk membangun komitmen bersama. Kegiatan ini juga akan ditujukan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Beberapa materi yang akan disampaikan dalam kegiatan ini, di antaranya sistem pendanaan dan pengaderan partai politik.
Harus langkah nyata
Menurut Guru Besar Hukum Pidana Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, Hibnu Nugroho, pemerintah harus melakukan langkah nyata perbaikan dalam politik hukum pemberantasan korupsi. Ia mengatakan, OTT masih menjadi cara paling tepat untuk mengatasi korupsi.
OTT tersebut harus dilakukan pada sektor yang memengaruhi hajat hidup orang banyak, seperti perdagangan, perizinan, serta lembaga legislatif dan yudikatif.
Hibnu mengatakan, OTT akan memberikan efek jera dan rasa takut untuk melakukan korupsi. Alhasil, penindakan yang dilakukan aparat penegak hukum berdampak pada efek pencegahan. Karena itu, OTT tersebut harus dilakukan pada sektor yang memengaruhi hajat hidup orang banyak, seperti perdagangan, perizinan, serta lembaga legislatif dan yudikatif.
Di sisi lain, Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perampasan Aset dalam Tindak Pidana yang selama ini tidak ada perkembangannya perlu segera disahkan. Begitu juga dengan RUU Pembuktian Terbalik perlu digagas kembali. Menurut Hibnu, kedua RUU tersebut sangat strategis dalam pemberantasan korupsi.
Selain itu, kata Hibnu, sektor publik perlu diperbaiki kulturnya. Perubahan kultur dengan hanya mengandalkan teknologi informasi tidak akan menjamin orang tidak korupsi. Karena itu, harus diubah perilaku korup sedini mungkin. Perubahan kultur tersebut dapat dilakukan dengan regulasi yang tegas.
Sektor pelayanan publik masih terbuka lebar terjadi korupsi. Kerawanan itu ada pada semua sektor yang masih menggunakan pola pertemuan tatap muka.
Pengamat kebijakan publik dari Universitas Gadjah Mada, Gabriel Lele, mengatakan, sektor pelayanan publik masih terbuka lebar terjadi korupsi. Kerawanan itu ada pada semua sektor yang masih menggunakan pola pertemuan tatap muka.
Karena itu, kata Gabriel, transparansi dan partisipasi publik menjadi kunci dalam pencegahan korupsi di sektor ini. Pertemuan tatap muka harus seminimal mungkin dan dimaksimalkan penggunaan teknologi digital.
Koordinasi supervisi perkara
Sementara itu, KPK dan Kejaksaan Agung menandatangani kerja sama mengenai koordinasi dan supervisi penanganan perkara tindak pidana korupsi di Gedung Kejaksaan Agung. Penandatanganan ini dilakukan oleh Deputi Bidang Koordinasi dan Supervisi KPK Didik Agung Widjanarko dan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Febrie Adriansyah pada Rabu ini.
Kerja sama tersebut tidak hanya terbatas pada penanganan perkara tindak pidana korupsi saja, tetapi juga dalam konteks pencegahan dan pendidikan antikorupsi. Melalui kerja sama ini, KPK dan Kejaksaan Agung berkomitmen untuk meningkatkan tugas koordinasi dan supervisi penanganan perkara tindak pidana korupsi guna optimalisasi dan percepatan hasil penyelesaian penanganan perkara, serta terciptanya sinergitas di antara kedua lembaga.
Melalui kerja sama ini, KPK dan Kejaksaan Agung berkomitmen untuk meningkatkan tugas koordinasi dan supervisi penanganan perkara tindak pidana korupsi guna optimalisasi dan percepatan hasil penyelesaian penanganan perkara, serta terciptanya sinergitas di antara kedua lembaga.
Ali menjelaskan, kedua pihak juga berkomitmen untuk menyederhanakan proses dan mekanisme alur koordinasi agar lebih sistematis. Alhasil, penanganan perkara tindak pidana korupsi dapat berjalan secara efektif dan efisien sehingga proses penanganan perkara tersebut dapat segera memberikan kepastian hukum kepada para pihak dan mengoptimalkan pemulihan keuangan negara.
Hal tersebut selaras dengan amanah UU KPK Pasal 6 Huruf d. KPK bertugas melakukan supervisi terhadap instansi yang berwenang melaksanakan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pada tahun 2022, KPK melakukan supervisi perkara di Kejaksaan sebanyak 27 perkara. Sebanyak 25 perkara merupakan kasus dari 2021 dan 2 perkara merupakan perkara dengan surat keputusan tahun 2022. Dari jumlah tersebut, 18 perkara telah mempunyai kepastian hukum dan 9 perkara dalam proses penyidikan.
Jaksa Agung ST Burhanuddin berbincang dengan Menko Polhukam Mahfud MD seusai bertemu Presiden Joko Widodo membahas berbagai hal terkait korupsi khususnya anjloknya indeks persepsi korupsi di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (7/2/2023). Presiden menegaskan bahwa komitmen pemerintah terhadap pemberantasan korupsi tidak pernah surut. Selain itu, Presiden juga mendorong dua rancangan undang-undang (RUU), yakni RUU Perampasan Aset dan Pembatasan Transaksi Uang Kartal, dikebut.
Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin yang hadir dalam acara tersebut menyampaikan, dalam upaya peningkatan pemberantasan tindak pidana korupsi, Kejaksaan dan KPK perlu terus menjalin kerja sama, khususnya terkait koordinasi dan supervisi penanganan perkara tindak pidana korupsi.
”Dengan ditandatanganinya perjanjian kerja sama ini, dapat memberikan pedoman yang mengatur secara rinci dan terarah terkait dengan pelaksanaan koordinasi, supervisi, serta pelaksanaan perbantuan dan fasilitasi dalam penanganan perkara tindak pidana korupsi,”” ujar Burhanuddin.
Jaksa Agung menyampaikan, dengan adanya perjanjian kerja sama ini juga diharapkan dapat lebih mengukuhkan dan menegaskan upaya optimalisasi dalam pengintegrasian data penanganan perkara, baik data dari Case Management System (CMS) Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan maupun data Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) Online di KPK. Hal tersebut juga menjadi salah satu upaya dalam mengoptimalkan penggunaan teknologi informasi terkait pertukaran data penanganan perkara pidana antarlembaga penegak hukum.
Firli Bahuri yang juga hadir dalam kegiatan tersebut menyampaikan, penandatanganan perjanjian kerja sama ini menjadi bentuk keseriusan untuk berkolaborasi dan bersinergi yang lebih efektif, cepat, dan efisien dalam pelaksanaannya.